BANDA ACEH — Anggota Pansus Rancangan Qanun (Raqan) Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi PPP Murhaban Makam, mengatakan dirinya sangat menyayangkan pelabuhan-pelabuhan di Aceh bisa maju di era tahun 1960 hingga 1970-an, di mana saat itu infrastruktur pelabuhan Aceh masih seadanya.
Sedangkan saat ini, infrastruktur pelabuhan di Aceh telah lebih baik, namun ekspor Aceh sangat jauh menurun dibandingkan puluhan tahun lalu.
“Semua sarana dan infrastrukturnya sudah memadai, tapi mengapa tidak mau dilirik para pengusaha untuk melakukan ekspor. Ini tentu ada faktor X yang harus sama-sama kita pecahkan dan cari solusinya. Mungkin ada suatu hal yang membuat pengusaha tidak mau melirik pelabuhan ini,” ungkap Murhaban Makam.
Hal itu disampaikannya usai meninjau Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe dan beraudiensi dengan manajemen PT Pelindo Cabang Lhokseumawe, Kamis siang (7/10).
“Kami mau melihat keikhlasan dari Pelindo untuk memajukan Pelabuhan Krueng Geukueh ini. Jadi, kita tidak boleh menuduh si A salah atau si B salah, tapi bagaimana caranya kita semua berpikir mencari solusi agar para pengusaha mau mengekspor barangnya dan menghidupkan pelabuhan ini,” tambahnya.
Ketua Pansus Raqan TNKA DPRA Yahdi Hasan mengatakan, Pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe pernah memiliki masa kejayaan luar biasa di era tahun 90-an, sehingga Lhokseumawe sempat dijuluki “Kota Petro Dolar”.
Untuk itu, Pansus Raqan Tata Niaga Komoditas Aceh DPRA berupaya menyusun Raqan TNKA dengan tujuan pelabuhan Krueng Geukueh dapat kembali berdenyut, dengan diekspornya komoditas-komoditas unggulan Aceh dan kejayaan “Kota Petro Dollar” dapat kembali terulang.
“Kejayaan “Petro Dolar” itu harus dikembalikan, semua pihak harus bergandengan tangan, bagaimana mencari solusi agar Pelabuhan Krueng Geukueh dapat mengekspor komoditas-komoditas unggulan Aceh. Yang terpenting lagi, label ‘Aceh Termiskin di Sumatera’ itu harus dihilangkan, dengan cara bagaimana kita meningkatkan perekonomian Aceh dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh (PAA),” kata Ketua Pansus Raqan TNKA DPRA Yahdi Hasan.
Dalam kunjungan itu, Yahdi Hasan didampingi sejumlah Anggota Pansus TNKA lainnya yakni Tantawi (Fraksi Partai Demokrat), Rijaluddin dan MJ Romen (Fraksi PKB-PDA), Murhaban Makam dan Zaini Bakri (Fraksi PPP), Kartini (Fraksi) Gerindra, Nova Zahara (Fraksi PKS), Tenaga Ahli dari akademisi Universitas Syiah Kuala Dr Muhammad Abrar dan Dr Syukri Abdullah, serta Perancang Perundang-undangan Kanwil Kemenkumham Afriandi MS.
Selain itu, Pansus TNKA juga didampingi sejumlah tim SKPA yakni perwakilan Dinas Perhubungan Aceh, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Dinas Perikanan Aceh, Dinas ESDM Aceh, serta Biro Ekonomi Setda Aceh. Rombongan Pansus TNKA DPRA diterima Manajer Bisnis PT Pelindo Lhokseumawe Bukhari didampingi Kepala Syahbandar Lhokseumawe Azwar.
Dalam pertemuan dengan manajemen PT Pelindo Cabang Lhokseumawe, Yahdi Hasan menjelaskan, dalam kunjungan Pansus TNKA DPRA beberapa waktu lalu ke Bener Meriah, para eksportir kopi di wilayah tengah Aceh berharap Pelabuhan Krueng Geukueh dapat difungsikan untuk mengekspor Kopi Gayo ke berbagai negara, baik di Asia, Amerika maupun Eropa.
“Setiap tahunnya wilayah tengah Aceh mengirimkan hingga 3 ribu kontainer kopi ke berbagai negara, dimana per satu kontainernya berkisar 19 ton kopi dengan nilai mencapai Rp 1,4 miliar. Untuk biaya angkutnya ke Belawan hingga proses pengapalan, mereka mengeluarkan biaya Rp 10 ribu per kilogramnya. Maka dari itu, kami berharap jika Pelabuhan Krueng Geukueh dioptimalkan, maka akan mengurangi biaya yang dikeluarkan eksportir kopi Gayo, mengingat jarak tempuh lebih dekat ke Lhokseumawe dibandingkan Belawan,” jelasnya.
“Ini baru salah satu unggulan komoditas Aceh, belum lagi komoditas-komoditas unggulan lainnya. Makanya dari itu, kami berupaya maksimal untuk merampungkan rancangan qanun ini, dengan harapan seluruh komoditas unggulan Aceh dapat diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh,” tegas politisi Partai Aceh ini. (IA)