GAZA— Lebih dari 300 tentara penjajah Israel tewas sejak perang dengan pejuang Hamas pecah pada 7 Oktober lalu.
Sementara itu selama invasi darat penjajah Israel ke Gaza yang dimulai pekan ini, 18 tentara tewas termasuk salah satunya komandan Israel Letnan Kolonel Salman Habaka.
Penjajah Israel mengakui bahwa Pejuang Hamas sangat siap menghadapi pertempuran darat. Israel mengatakan, ladang ranjau dan jebakan mempersulit akses mereka ke Gaza.
“Ini tentu saja merupakan medan yang lebih banyak ditanami ladang ranjau dan jebakan dibandingkan di masa lalu. Hamas telah belajar dan mempersiapkan diri dengan baik,” ujar Kepala Insinyur Militer Israel, Brigadir Jenderal Iddo Mizrahi kepada Radio Angkatan Darat.
Seorang warga Kota Gaza mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Israel menembaki Gaza sepanjang Rabu (1/11/2023) malam, tetapi tidak dapat menembus batas kota.
“Pada pagi hari, kami (menemukan) pasukan Israel masih berada di luar kota, di pinggiran kota dan itu berarti perlawanan lebih kuat dari yang mereka perkirakan,” kata warga yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Analis luar negeri dan militer, Ejaz Haider mengatakan kepada Aljazirah, tentara Israel bergerak dari berbagai arah untuk mengepung tempat yang mereka anggap sebagai markas pejuang Hamas. Tujuannya adalah untuk menggerebek wilayah Gaza dengan banyaknya pasukan Israel.
“Salah satu idenya adalah, mengingat banyaknya pasukan cadangan yang telah mereka kumpulkan, tidak hanya untuk memenuhi wilayah tersebut dengan senjata, yang telah mereka lakukan melalui udara dan tembakan artileri, namun juga untuk memenuhi wilayah tersebut dengan pasukan,” ujar Haider.
“Bagi Hamas, memasukkan mereka ke dalam konflik adalah cara mereka dapat menimbulkan kerusakan maksimal, setidaknya secara teori, pada pasukan Israel yang masuk,” kata Haider menambahkan.
Pasukan Israel telah bergerak maju menuju Kota Gaza. Namun menghadapi perlawanan keras dari para pejuang Palestina. Pejuang Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ) melompat keluar dari terowongan untuk menembaki tank-tank Israel yang masuk, sebelum kembali ke jaringan bawah tanah mereka yang luas.
Pertempuran gaya gerilya ini telah memaksa Israel melakukan perang darat karena berupaya untuk menggulingkan kelompok perlawanan Palestina sepenuhnya.
Israel sering menggunakan angkatan udaranya yang kuat untuk menyerang tempat persembunyian Hamas.
Militer Israel pada Kamis (2/11/2023) mengatakan mereka telah kehilangan komandan batalion ke-53 dalam pertempuran tersebut, sehingga jumlah total tentara Israel yang tewas sejak mereka mengintensifkan serangan darat menjadi 18 orang.
Letnan Kolonel Salman Habaka, diyakini sebagai perwira Israel paling senior yang terbunuh sejak operasi darat dimulai pada akhir Oktober.
Israel mengklaim telah membunuh puluhan pejuang Palestina dalam serangan tersebut. Ketika jumlah korban bertambah, perang juga semakin dekat ke pusat populasi di bagian utara Gaza.
Israel telah memerintahkan warga sipil Gaza untuk mengungsi atau berisiko dianggap sebagai kaki tangan teroris.
Israel terus menggempur daerah tersebut dengan serangan udara. Pada saat yang sama para pejabat militer Israel mengatakan, mereka mengumpulkan banyak pasukan di gerbang Kota Gaza.
Pekan lalu, juru bicara militer Israel mengatakan pihaknya telah meningkatkan operasinya di Jalur Gaza untuk “mengurangi bahaya bagi pasukan kami pada tahap berikutnya”.
Pada Kamis (2/11) siang ini, tank dan pasukan Israel disebut mulai mendesak masuk menuju kota Gaza.
Namun serbuan Israel ini mendapat perlawanan sengit dari milisi Hamas yang menggunakan mortir dari terowongan.
“Kami berada di gerbang Kota Gaza,” kata komandan militer Israel, Brigadir Jenderal Itzik Cohen.
Menghadapi “kedatangan” Israel, pejuang Hamas dan pendukungnya Jihad Islam muncul dari terowongan untuk menembaki tank, kemudian menghilang kembali ke dalam terowongan.
“Mereka tidak pernah berhenti mengebom Kota Gaza sepanjang malam, rumah tidak pernah berhenti berguncang,” kata seorang warga di sana, dikutip Reuters.
Sadar akan kesulitan pertempuran di dekat kota, strategi Israel saat ini diduga dengan memusatkan kekuatan besar di Jalur Gaza utara, dibandingkan hanya melancarkan serangan darat ke seluruh wilayah. (IA)