BANDA ACEH — Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) RI melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Rabu (6/10).
FGD yang dikoordinatori Dr H Nurul Huda SH MH, Hakim Tinggi Yustisial sekaligus Peneliti Badan Litbang Mahkamah Agung RI membahas “Formulasi Aksentuasi Jenis Uqubat Terhadap Pelaku Jarimah Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual atau Rudapaksa Terhadap Anak”. Hal ini demi menjaga kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest of The Child).
FGD Ini berawal dari adanya beberapa putusan Mahkamah Syar’iyah di Aceh, yang disinyalir memiliki problem, utamanya terkait bentuk uqubat (sanksi) yang harus diterapkan kepada pelaku jarimah (delik) pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu ketentuan pidana di Indonesia adalah Qanun Aceh, dan formulasi yuridis ini diberlakukan khusus di Aceh.
Sebagaimana dapat dicermati, di satu sisi ketentuan Pasal 47 dan 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, memberikan peluang kepada Hakim untuk memilih jenis uqubat (sanksi), dapat berupa cambuk atau denda atau penjara.
“Sementara Ketentuan lain di Pasal 73 ayat (3) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, menggariskan, dalam hal uqubat (sanksi) pada qanun bersifat alternatif antara penjara, denda atau cambuk, maka yang dijadikan pegangan adalah uqubat (sanksi) cambuk,” ujar Dr Zarof Ricar SH SSos MHum, Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, saat memberi sambutan dalam pembukaan kegiatan FGD.
Kemudian di sisi lain, Undang‐undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2016, mengamanatkan, “Anak sebagai tunas bangsa, merupakan generasi muda yang punya potensi sebagai penerus cita‐cita perjuangan bangsa”.
“Selain itu, anak juga mempunyai kedudukan sebagai aset yang mempunyai nilai investasi dunia akhirat. Karenanya, anak harus mendapatkan perlindungan dari segala jenis kekerasan dan diskriminasi,” imbuh Dr Zarof Ricar SH SSos MHum.
Kepala Pusat Litbang Kumdil MA RI Dr H Andi Akram SH MH dalam laporannya menyampaikan FGD ini menghadirkan nara sumber yang ahli di bidangnya antara lain Prof Dr H Al Yasa’ Abubakar MA, Dr Hj Rosmawardani SH MH, Dr H Jufri Galib SH MH dan Dr H Jamil Ibrahim SH MH.
Dasar hukum dilaksanakannya kegiatan penelitian ini adalah Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI Nomor 08/BLD/SK/I/2021 tentang Penunjukan Penanggung Jawab Kegiatan Pada Puslitbang Diklat Kumdil MA-RI tanggal 21 Januari 2021.
Untuk kelancaran penyelenggaraan kegiatan penelitian ini melibatkan para peserta yang diundang berjumlah 40 orang, terdiri atas unsur Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah, Hakim tingkat pertama Mahkamah Syar’iyah, Guru Besar dan dosen UIN Ar Raniry, Dosen Fakultas Hukum Universitas Abulyatama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Iskandar Muda, Lembaga Bantuan Hukum, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Jaksa pada Kejari Banda Aceh, Lembaga Swadaya Masyarakat, Aktifis perempuan Aceh, Kepala Biro Keistimewaan Pemerintah Aceh, Kepala Dinas Syariat Islam dan Psikolog.
FGD ini merupakan yang kedua. Pertama telah dilaksanakan di Jakarta pada 3 Juni 2021, dan yang kedua hari ini di Hotel Hermes Palace Banda Aceh. Dengan FGD ini, diharapkan tim peneliti mendapat masukan serta informasi yang mendalam terkait jenis uqubat yang berkeadilan dan demi kepentingan terbaik anak selaku korban pemerkosaan dan/atau pelecehan seksual, dan pelaku jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak, merupakan predator yang sangat menakutkan.
“Oleh karena itu mari kita diskusikan persoalan ini dengan cermat, hati-hati dan bijak, agar supaya dalam diskusi ini dapat menghasilkan rumusan yang memberikan kontribusi bagi peneliti, dalam rangka terwujudnya keadilan yang kita kehendaki bersama,” ujar Dr. H. Andi Akram, SH., MH.
Dr H Nurul Huda SH MH selaku koordinator FGD menyampaikan FGD penelitian ini merupakan pendekatan umum digunakan untuk mengumpulkan data/informasi pada penelitian kualitatif, dapat dicermati, pelaku jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak, merupakan predator yang sangat menakutkan, yang menjadikan anak selaku korban, akan mengalami traumatik, baik mental maupun fisik.
Karenanya rasanya uqubat cambuk bagi Terdakwa dirasa kurang tepat, sebab setelah Terdakwa dicambuk dan kemudian bebas, akan menambah beban psikologis anak selaku korban, bila bertemu kembali dengan Terdakwa.
Oleh karena itu sebagaimana pesan Kepala Pusdiklat Dr H Nurul Huda SH MH, hendaknya persoalan ini menjadi perhatian khusus dan melaksanakan penelitian ini dengan cermat, hati‐hati dan bijak.
Tentu akan melibatkan semua stakeholder terkait, supaya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan rumusan komperehensif yang memberi kontribusi bagi lembaga holistik, dalam rangka terwujudnya keadilan dan pembangunan supremasi hukum jinayat yang berperspektif semata “demi kepentingan terbaik anak”.
“Kegiatan ini selain dilaksanakan secara forum clasical juga disiarkan secara luas dengan online yaitu dengan menggunakan online virtual akun zoom meeting, dan peserta yang hadir dilakukan swab anti gen dengan protokoler kesehatan ketat guna pencegahan Covid-19,” tutup Nurul Huda yang merupakan mantan asisten koordinator Kamar Agama Mahkamah Agung. (IA)