BANDA ACEH — Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Aceh menggelar Musyawarah Provinsi (Musprov) yang berlangsung di Hotel Hermes Palace Banda Aceh pada Selasa, 28 Februari 2023.
Musprov ini berlangsung sehari penuh. Ada dua kandidat yang bertarung sebagai calon ketua untuk periode 2023-2026, yakni Said Husain dan Salman.
Ar. Said Husain IAI memiliki visi menjadikan IAI Aceh sebagai wadah asosiasi profesi untuk arsitek dan calon arsitek di Provinsi Aceh secara terbuka, mandiri, dan professional.
Sedangkan Ar. Salman IAI dengan visi menjadikan IAI Aceh sebagi oganisasi yang mandiri, inovasi kontribusi, dan kolaborasi dalam bingkai solidaritas asitek Aceh.
Namun, berdasarkan hasil pemilihan suara diketahui Said Husain unggul dalam perolehan suara dengan dukungan mencapai 84 suara. Selisih 24 angka dengan Salman yang mendapatkan dukungan 60 suara.
Dengan demikian, Said Husain ditetapkan sebagai Ketua IAI Provinsi Aceh untuk periode berikutnya.
Said Husain memimpin IAI Aceh menggantikan Aulia Rahman yang menjabat Ketua IAI periode lalu.
Sebelumnya, Musprov Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Aceh Tahun 2023 dibuka oleh Asisten Administrasi Umum Setda Aceh Dr Iskandar AP di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Selasa (28/2).
Iskandar juga mengucapkan selamat atas terselenggaranya musyawarah IAI dan berharap kegiatan itu dapat menentukan arah kebijakan dan penataan sistem keorganisasian IAI Aceh lebih baik di masa depan.
Menurut Iskandar, dari sekian banyak organisasi profesi yang ada di Indonesia, Ikatan Arsitek Indonesia adalah salah satu yang tertua, karena telah berdiri sejak tahun 1959.
Sejak kehadirannya, organisasi itu disebut telah banyak berperan dalam mewarnai kemajuan dunia arsitek tanah air.
Pengaruh itu bahkan disebutkan sampai ke tingkat ASEAN dan pada 1974, IAI juga turut berperan mendirikan Asean Association Planning and Housing.
“Seiring pesatnya pembangunan konstruksi di negeri kita belakangan ini, peranan para arsitek semakin dibutuhkan guna memastikan bahwa sektor konstruksi berjalan dengan kualitas yang baik dengan tetap tak meninggalkan citra seni.
Oleh sebab itu, IAI sebagai wadah bagi arsitek Indonesia, harus berperan memfasilitasi pengembangan ilmu arsitektur agar bisa mengimbangi tren konstruksi dari masa ke masa,” kata Iskandar.
Iskandar melanjutkan, untuk mengimbangi tren tersebut, dibutuhkan standar kompetensi yang memadai dan sehubungan dengan itu, pemerintah telah menghadirkan regulasi sebagai acuan bagi arsitek di tanah air, antara lain Undang-undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, serta dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan Untuk Bangunan meningkatkan daya saingnya.
Lebih lanjut, Iskandar menyebut saat ini banyak arsitek luar negeri membuka praktik di Indonesia sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi arsitek lokal.
“Karena itu, wadah bagi para arsitek lokal perlu kita perkuat supaya bisa memberikan perlindungan hukum dan memfasilitasi anggotanya agar memiliki daya saing yang tinggi.”
Dalam hal itu, peran IAI juga dikatakan sangat penting, mengingat IAI merupakan wadah bagi profesi arsitek tertua dan terbesar di Indonesia.
Jika organisasi ini berdiri kokoh dengan kepengurusan yang kompak, maka diyakini sudah pasti peran anggotanya dalam pembangunan daerah akan lebih optimal.
“Hal inilah yang mendorong Pemerintah Aceh sangat berkepentingan untuk mendukung penguatan organisasi ini.
Dan kita sangat bersyukur, sebab aura kekompakan itu telah terlihat sejak hadirnya kepengurusan IAI di Provinsi Aceh ini,” terangnya. (IA)