Anggota Bidang Pengkajian dan Pengembangan Adat MAA Banda Aceh, Basri Pakeh
Banda Aceh – Saat ini terdapat banyak perumpamaan dalam bahasa Aceh peninggalan Indatu yang masih terus digunakan di dalam masyarakat Banda Aceh.
“Misalnya ada larangan seperti ini, Hai aneuk bek ka’eh lam naleung dilingkeu le awan mate ma, perumpamaan yang seperti ini masih dipakai di masyarakat,” kata Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh melalui Anggota Bidang Pengkajian dan Pengembangan Adat, Basri Pakeh Sabtu (21/11) di Kantor MAA.
Basri mengatakan, perumpamaan dalam bahasa Aceh yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banda Aceh dalam bentuk larangan agar tidak melakukan sesuatu hal yang disampaikan menggunakan bahasa kiasan, sehingga perlu pengolahan secara lebih dalam.
Basri menilai, jika dalam melarang seseorang tidak menggunakan perumpamaan atau kata-kata kiasan tersebut maka larangan tersebut akan mudah dilupakan.
“Biasanya sesuatu yang gamblang itu mudah dilupakan dan sesuatu yang menjadi pertanyaan pasti bertahan lama dalam pikiran kita,” kata Basri.
Selain itu, kata Basri juga ada perumpamaan seperti ‘Pajoh jalo toh kapai‘ maknanya jika berbicara harus sesuai dengan faktanya.
“Salah satu tipikal orang Aceh dahulu lebih disegani dalam berbicara, karena bicaranya sesuai dengan fakta dan juga adat atau adab dalam berbicara yang dikedepankan oleh orang Aceh selain ilmu yang mapan,” katanya
Kata Basri, istilah-istilah seperti itu dikembangkan oleh orang-orang sufi terdahulu karena tidak langsung menceritakan sebuah permasalahan secara fokus.
“Mereka tidak menceritakan sebuah persoalan dengan gamblang, boleh dengan istilah-istilah seperti itu, boleh dengan sindiran, boleh dengan Seumapa, pantun dan lain-lainnya,” terang Basri.
Ia berharap, perumpamaan dalam bahasa Aceh seharusnya menjadi panutan regenerasi agar terus dipublikasi dan dilestarikan oleh generasi berikutnya. (IA)