Banda Aceh — Sebanyak 9 dari 13 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) asal Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh yang partainya terlibat mendukung pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) didesak agar segera meminta maaf.
Demikian salah satu dari enam tuntutan seribuan mahasiswa Aceh dari berbagai perguruan tinggi yang menggelar aksi unjukrasa penolakan
pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Kamis (8/10).
Aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut yang berlangsung di bawah guyuran hujan itu, berjalan lancar dan tertib, tidak terjadi kericuhan antara pendemo dan aparat kepolisian dan Satpol PP yang mengamankan jalannya demonstrasi
“Mendesak permintaan maaf dari anggota dewan dapil Aceh yang merupakan bagian dari fraksi-fraksi partai yang mendukung pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja,” ujar koordinator lapangan aksi unjuk rasa, Rezka Kurniawan.
Tuntutan lainnya adalah mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perppu pembatalan/pencabutan terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Mendesak DPR Aceh dan DPR RI untuk menyatakan sikap penolakan dengan menandatangani petisi penolakan, serta mendukung Presiden untuk mengeluarkan Perppu pembatalan/pencabutan terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta kerja sebagai representasi dari masyarakat Aceh.
Mendesak DPR Aceh untuk menjaga kedudukan Aceh sebagai daerah keistimewaan atau daerah yang memiliki otonomi khusus yang berlandaskan Undang-udang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Karena Aceh adalah daerah yang memiliki otonomi khusus yang berlandaskan UUPA, sehingga UU Omnibus Law Cipta Kerja harus ditolak,” kata Rezka,
Tuntutan selanjutnya, mendesak pemerintah dalam hal ini DPR RI untuk meminta maaf kepada masyarakat Indonesia terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan.
Mendesak dan meminta DPR RI untuk mengindahkan aspek transparansi, aspirasi dan partisipasi publik terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan Omnibus Law Cipta Kerja ini.
Penyerahan enam tuntutan mahasiswa ini tidak diterima langsung oleh pimpinan DPRA tapi disampaikan kepada empat anggota DPRA yakni T. Ibrahim dan Nora Idah Nita (Demokrat),
Bardan Sahidi (PKS) dan Fuadri (PAN) yang keluar dari gedung dewan menemui unjukrasa mahasiswa di halaman kantor DPRA.
“Kita telah menyampaikan keenam poin tuntutan dan telah mendapat tanggapan dari anggota DPRA. Namun tidak diterima langsung oleh pimpinan DPR,” jelas Rezka.
Mahasiswa memberi waktu untuk merespon tuntutan itu selambat-lambatnya 1 x 24 jam.
Bardan Sahidi, perwakilan anggota DPRA yang menerima poin tuntutan yang diberikan oleh aliansi mahasiswa Aceh menyatakan, segera akan ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat ke Presiden, DPR RI dan Forbes anggota DPR dan DPD RI asal Aceh
Bardan meminta waktu untuk menyampaikan enam poin tuntutan aliansi mahasiswa Aceh kepada 81 anggota DPRA dari 23 Kabupaten/kota di Aceh.
Menurut Bardan, secara kelembagaan DPRA menolak pemberlakuan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Aceh karena Aceh sudah punya regulasi UUPA dengan turunan Qanun Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan. (IA)