Jakarta — Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 tersebut masih menjadi sorotan. Setelah muncul dampak seperti Valentino Jebret Simanjuntak yang mengundurkan diri, kini muncul lagi dampak yakni kritik dari media internasional.
Tragedi tersebut ternyata disoroti oleh media internasional, The New York Times. Media asal Amerika Serikat itu mengulas aksi brutal polisi Indonesia dengan artikel berjudul “Deadly Soccer Clash in Indonesia Puts Police Tactics, and Impunity, in Spotlight”.
Media tersebut menyampaikan bahwa polisi Indonesia dianggap sangat termiliterisasi, kurang terlatih dalam mengendalikan masa dan hampir selalu tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan mereka.
Berikut penjelasan lengkapnya seperti dilansir dari Suara.com.
Terdapat tulisan dari Sui-Lee Wee, Kepala Biro Asia Tenggara The New York Times yang menyatakan masyarakat Indonesia menghadapi kepolisian yang disebut korup. Mereka menggunakan kekerasan untuk menekan massa. Mereka juga tidak bertanggungjawab kepada siapapun.
Sui-Lee Wee juga menyoroti peristiwa yang terjadi sebelumnya sebelum menyatakan hal tersebut. Ia juga mencantumkan pendapat dari Ekonom Plitik di Murdoch University, Jacui Baker. Baginya, tragedi ini mengungkapkan masalah sistemik polisi.
Selain itu, hal yang disoroti selanjutnya yakni pengendalian massa. Baker mengatakan kepolisian Indonesia kurang terlatih dalam mengendalikan massa.
“Bagi saya, ini benar-benar fungsi dari kegagalan reformasi kepolisian di Indonesia,” ujar Baker.
Baker juga menyayangkan selama dua dekade, aktivis Hak Asasi Manusia dan Ombudsman pemerintah telah menyelidiki tindakan polisi tetapi tidak berpengaruh.
Ia juga mengatakan, “Mengapa kita terus dihadapkan dengan impunitas? Karena tidak ada kepentingan politik untuk benar-benar mewujudkan kepolisian yang profesional.”
Tersebar juga video yang memperlihatkan secara perlahan aksi-aksi yang dilakukan polisi dan massa. Terlihat bahwa ada tembakan gas air mata ke tribun untuk mengendalikan massa.
Banyak pihak yang menyayangkan tindakan kepolisian tersebut untuk mencegah keributan. Akhirnya, tragedi berdarah itu pun menjadi sejarah kelam Indonesia di bidang persepakbolaan.
Diketahui media The New York Times merupakan media besar asal Amerika Serikat. Hal ini tentu cukup memalukan bagi Indonesia karena kinerja polisi Indonesia dikritik.
Media Amerika Serikat, New York Times, menyorot aksi polisi di tengah tragedi Kanjuruhan, Malang, yang dinilai kurang latihan untuk mengendalikan massa, dan tragedi Kanjuruhan mengungkap masalah-masalah yang ada di kepolisian.
“Para pakar menyebut tragedi tersebut mengungkap masalah-masalah sistemik yang menghadapi polisi, banyak dari mereka yang tak dilatih dengan baik untuk mengendalikan kerumunan dan sangat termiliterisasi,” tulis artikel New York Times berjudul “Deadly Soccer Clash in Indonesia Puts Police Tactics, and Impunity, in Spotlight”, dikutip Selasa (4/10/2022).
Lebih lanjut, NYT juga menulis, para analis membahas bahwa polisi seringkali tidak perlu bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Selama lebih dari 20 tahun, para aktivis HAM dan ombudsman RI juga telah mempertanyakan tindakan Polri, tetapi seringkali laporan itu tak diurus.
“Tak ada kepentingan politik agar benar-benar menghadirkan pasukan polisi yang profesional,” ujar Jacqui Baker, ekonom politik di Murdoch University, Indonesia.
Baker yang mempelajari kebijakan di Indonesia menyebut impunitas terus-menerus terjadi.
NYT juga menyorot jatuhnya opini terhadap para polisi. Kepercayaan publik turun dari 71,6 persen pada April 2022, menjadi 54,2 persen pada Agustus 2022.
Masalah Akuntabilitas
Masalah lainnya adalah akuntabilitas terkait anggaran polisi yang fantastis. Anggaran polisi tahun ini lebih besar dari anggaran pendidikan dan kesehatan.
Anggaran polisi pada 2022 adalah Rp 107 triliun (sekitar US$ 7 miliar). Banyak dari jumlah tersebut digunakan untuk gas air mata, baton, dan masker gas.
Para pakar kepolisian menyebut tahun 2019 adalah saat perubahan terkait pemakaian gas air mata. Pada Mei 2019, polisi bentrok dengan pendemo pemilu, sehingga sejumlah orang tewas, termasuk remaja.
Pemakaian gas air mata pun meluas ke daerah-daerah lain. Pengamat kebijakan Andri Prasetyo menyebut anggaran polisi untuk gas air mata melonjak pada 2020. Saat itu, polisi menggunakan gas air mata untuk menghadapi pendemo saat pandemi COVID-19.
Gas air mata juga kembali digunakan ketika ada demo Omnibus Law. Amnesty mencatat ada 411 korban dari tindakan berlebihan polisi di 15 provinsi saat demo-demo tersebut.
Masalah Suap
Laporan NYT juga menyebut polisi Indonesia semakin kuat setelah Soeharto turun, ketika polisi dipisah dari militer. Kekuatan polisi pun semakin kuat.
Hal lain yang disorot NYT adalah aksi suap yang disebut sebagai biasa di kalangan polisi. Selain itu, banyak kasus-kasus terkait masalah polisi yang justru tidak ditindaklanjuti.
“Dalam banyak contoh, para petugas polisi memiliki keputusan final terkait apakah sebuah kasus mesti diusut. Menerima suap adalah hal biasa, kata para analis. Dan adanya tuduhan terhadap kesalahan polisi dibiarkan diurus pejabat-pejabat tinggi agar diinvestigasi. Seringnya, kata kelompok HAM, kasus-kasus itu tak diurus,” tulis NYT.
Kekerasan di Sepak Bola
Pengamat kebijakan Andri Prasetyo berkata polisi menghabiskan sekitar Rp 50 miliar (US$ 3,3 juta) untuk membeli baton, terutama di Jawa Timur yang merupakan provinsi dari kota Malang.
Turut disorot juga kasus gas air mata di Stadion Kanjuruhan pada tahun 2018 ketika ada kerusuhan yang melibatkan tim tuan rumah, Arema FC. Saat itu ada remaja berusia 16 tahun yang meninggal dunia. Tak ada laporan terkait investigasi kematiannya.
Untuk tragedi 2022, NYT menyebut bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD akan menghukum aparat yang bersalah.
Ada Unsur Kelalaian di Tragedi Kanjuruhan, Kasus Naik Penyidikan
Kabar terbaru, Polri menaikkan status kasus kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Hal ini dilakukan usai polisi memeriksa 20 saksi.
“Dari hasil pemeriksaan saksi tersebut, tim melakukan gelar perkara. Dari hasil gelar perkara, meningkatkan status dari penyelidikan, sekarang statusnya sudah penyidikan,” ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers tragedi Kanjuruhan, di Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022).
Menurut dia, kasus ini terkait dengan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang Kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa.
Dia mengatakan, Polri bekerja secara cepat dalam mengusur perkara ini sesuai dengan perintah Kapolri dan Presiden Jokowi. Namun, lanjut dia, Polri tetap berhati-hati dalam proses pembuktian.
“Kapolri perintahkan kerja secara cepat, namun demikian unsur ketelitian, kehati-hatian dan proses pembuktian secara ilmiah juga menjadi standar tim ini bekerja. Tim ini melakukan pemeriksaan terkait penerapan Pasal 359 dan 360 KUHP dengan melakukan pemeriksan 20 saksi,” tutur Dedi.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md memerintahkan Polri mengumumkan penegakan hukum atas tragedi Kanjuruhan, Malang. Dia pun meminta Polri telah hal tersebut dilaksanakan 2-3 hari ke depan.
“Untuk tindakan pertama, tindakan dalam waktu pendek, yaitu dalam 2 atau 3 hari ke depan, Polri harus mengumumkan tindakan penertiban dan penegakan hukum,” ujar Mahfud Md saat konferensi pers, Jakarta, Senin (3/10/2022). (IA)