BANDA ACEH — Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki mengeluarkan Surat Edaran tentang penguatan syariat Islam di Aceh. Salah satu bunyi dalam surat itu, Pj Gubernur Aceh meminta pelaku usaha seperti warung kopi, kafe, dan sejenisnya tutup sebelum pukul 00.00 WIB.
Rektor UIN Ar-Raniry Prof Dr Mujiburrahman MAg merespon positif kebijakan Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki yang akan menerapkan SE yang mengatur tentang penguatan peningkatan pelaksanaan Syariat Islam bagi ASN dan masyarakat di Aceh.
Menurut Prof Mujiburrahman, kebijakan Pj Gubernur Aceh tersebut sejalan dengan komitmen UIN Ar-Raniry Banda Aceh terkait dengan implementasi syariat Islam di Aceh.
Mujib menilai, mengutip pemikiran Prof Dr Ali Jum’ah Dosen Ilmu Fiqh/ Hukum di Al Azhar University menjelaskan bahwa ada tiga tahapan implementasi yang dapat dilaksanakan di komunitas muslim, termasuk di Aceh.
Pertama, ajarkan dan didik masyarakat mengerti dan mengamalkan Islam dengan benar. Kedua, benahi pranata sosialnya dan ketiga, laksanakan hukuman.
“Terkait Edaran Gubernur tersebut dalam konteks pelaksanaan syariat Islam di Aceh sebagai pengejawantahan tugas pemerintah dalam meimplementasikan syariat Islam pada level kedua adalah pembenahan pranata sosial,” kata Prof Mujib dalam keterangan tertulis, Kamis (10/8/2023) menanggapi SE Pj Gubernur Aceh.
Konkritnya, kata Prof Mujib pemerintah harus membuat kebijakan dan aturan yang mengatur ketertiban, kebaikan dan kemaslahatan masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan terhindar dari hukuman dan keburukan.
Ia menyontohkan, agar masyarakat muslim tidak berzina maka dibenahi pranata sosialnya, yakni negara harus mengatur supaya prosesi pernikahan dimudahkan, menjamin akan mendapat pekerjaan yang baik.
Begitu pula halnya ketika menjaga kesehatan dan kemaslahatan masyarakat, maka pemerintah dapat membuat aturan untuk mengatur jadwal buka dan tutup warung kopi/cafe di Aceh.
Hal ini tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga kemaslahatan dan kesehatan masyarakat Aceh itu sendiri.
“Dengan adanya aturan tentang jam tutup warung kopi pada pukul 12 malam, akan memberi peluang kepada masyarakat Aceh untu dapat beristirahat dengan cukup dan sempurna, sehingga hal ini akan memberi pengaruh kepada peningkatan kualitas kesehatan dan tentunya juga kualitas hidup masyarakat Aceh itu sendiri,” ungkap Prof Mujib.
Di sisi lain, kebijakan pengaturan jam tutup warung kopi ini dengan sendirinya juga berdampak positif untuk menghindari dari berbagai efek negatif selama ini dengan dibukanya warung kopi 24 jam.
“Selama ini kita miris melihat generasi Aceh sibuk menghabiskan waktu berjam-jam hingga larut malam bahkan sampai pagi di warung kopi,” sebutnya.
Bahkan mereka mengkonsumsi minuman soft drink yang mengakibatkan efek buruk bagi kesehatan, sehingga banyak dari kalangan melenial kita yang telah gagal ginjal, kemudian mereka asyik dengan mainan game termasuk game judi online dan menonton situs porno.
“Efek negatif yang lebih parah lagi banyak tenaga kerja di kalangan generasi muda kita gagal ikut seleksi pegawai di berbagai instansi pemerintah dan swasta terutama BUMN, bukan karena rendahnya nilai namun disebabkan tidak lulus tes kesehatan secara umum mereka terindikasi gejala liver,” ujarnya.
Meski demikian, Mujib menilai bahwa pada sisi lain pemberlakuan jam tutup warung kopi pukul 12 malam, juga perlu adanya kearifan dan rukhsah (keringanan) pada beberapa tempat khusus seperti di Kantin Rumah sakit, di warung kopi/cafe dan rumah makan di area persinggahan mobil dalam perjalanan.
“Seperti di kawasan terminal bus, di kawasan Saree, di kawasan Satee Matang dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut seyogyanya dengan penuh bijaksana diberi izin untuk dibuka 24 jam karena memberi manfaat dan kemaslahatan bagi masyarakat yang sedang musafir dalam perjalanan,” harapnya. (IA)