BANDA ACEH — Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, inflasi bulanan (month to month) kota Banda Aceh mengalami kenaikan sebesar 0,61%, sehingga tingkat inflasi tahunan (yoy) kota Banda Aceh pada awal tahun 2023 sudah dimulai di angka 5,58%.
Besaran inflasi tersebut masih berada di atas angka inflasi nasional yakni 5,28 persen pada Januari 2023.
Hal ini mengindikasikan bahwa Pj Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq hingga kini belum mampu mengendalikan inflasi agar tidak berada di atas angka inflasi nasional sebagaimana arahan dan permintaan Presiden Jokowi dan Mendagri Tito Karnavian pada pertengahan Januari 2023.
Ketua DPD Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Kota Banda Aceh Mahmud Padang menyebutkan, secara grafis memang inflasi tahunan (yoy) kota Banda Aceh dari Desember 2022 ke Januari 2023 terlihat sedikit turun dari 6% ke 5,58%, namun jika di awal tahun saja angkanya sudah sedemikian rupa di atas 5% potensi inflasi Banda Aceh akan semakin mengkhawatirkan di pertengahan dan akhir tahun nantinya di kala harga barang dan jasa semakin melonjak.
“Tingkat inflasi Banda Aceh di atas 5% di awal tahun itu membuktikan Pj Wali Kota Bakri Siddiq gagal dalam meredam laju inflasi,” jelas ujar Mahmud Padang, Sabtu, 4 Februari 2023.
Menurutnya, fakta saat ini bahwa inflasi Banda Aceh masih jauh di harapan Presiden merupakan hal yang tak terbantahkan.
“Presiden sudah menegaskan agar kepala daerah kendalikan inflasi agar tetap di bawah 5%, tapi kondisinya Banda Aceh di awal tahun saja sudah di atas 5,5%. Jika pengendaliannya masih seremoni dan formalitas belaka seperti yang dilakukan Bakri Siddiq maka tak menutup kemungkinan pertengahan dan akhir tahun nanti tingkat inflasi Banda Aceh di atas 7%, jika kondisi itu terjadi jelas-jelas akan sangat menyengsarakan masyarakat kecil,” bebernya.
Mahmud memaparkan, jika kita melihat data BPS, pada awal 2022 silam kondisi inflasi tahunan Banda Aceh berada di angka 2,65% dan pada akhir tahun 2022 menjadi 6%.
“Bayangkan saja jika di awal tahun saja sudah di atas 5,5%, di akhir tahun bisa jadi semakin menggila seiring meningkatnya harga barang dan jasa. Namun sangat disayangkan Pj Wali Kota tak secara kongkrit menjalankan amanah Presiden dan Mendagri dalam pengendalian inflasi, tetapi hanya sebatas pencitraan saat turun ke pasar seakan-akan telah bekerja keras dalam meredam inflasi, inilah yang terjadi,” bebernya.
“Untuk itu kita berharap Mendagri tegas dan konsisten mencopot Pj Kepala Daerah yang terbukti gagal dalam mengendalikan angka inflasi di daerahnya, jika tidak ucapan mendagri akan menjadi hambar di mata rakyat,” tegasnya.
Tito Ancam Ganti Pj Kepala Daerah Gagal Kendalikan Inflasi
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mewanti-wanti penjabat (Pj) kepala daerah yang tidak mampu menghadapi inflasi.
Dia mengancam akan menggantinya jika tidak ada tindakan konkrit. Tito mengaku tak segan melaporkan kepada Presiden Jokowi jika ada penjabat kepala daerah yang tak mampu mengendalikan peningkatan inflasi di wilayahnya.
“Kalau ada (Pj kepala daerah) yang sampai 3 kali berturut-turut inflasi (daerah)-nya di atas nasional, udahlah pasti akan out saja, pasti saya akan out-kan. Saya akan lapor Presiden, ganti kemudian,” kata Tito, Rabu (25/2/2023).
“Tapi sebaliknya rekan-rekan yang bisa mengendalikan inflasi dan relatif bagus, mau digoyang seperti apa kita akan pertahankan,” sambungnya.
Menurut Tito, pengendalian inflasi menunjukkan kualitas kepemimpinan Pj kepala daerah.
Kepala daerah harus melakukan pengecekan di lapangan dan melakukan tindakan-tindakan konkrit, seperti melalui rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), operasi pasar murah, hingga gerakan menanam.
“Ada juga yang autopilot (dalam pengendalian inflasi). Kita punya datanya, dan saya sangat warning nanti kepada rekan-rekan yang Pj, ini sudah ada 101 Pj, tahun ini ada 170, Pj-Pj ini nomor satu variabelnya, salah satu yang menjadi kriteria adalah pengendalian inflasi,” terangnya.
Dia mengamini bahwa inflasi di Indonesia masih relatif terkendali. Berdasarkan data, dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, inflasi Indonesia berada di posisi tengah.
Artinya, masih ada negara yang tingkat inflasinya lebih rendah, seperti Brunei Darussalam (3,1 persen), Kamboja (3,6 persen), dan Malaysia (3,8 persen).
Namun, Tito mengingatkan agar jangan cepat berpuas diri.
“Meskipun negara-negara Eropa bahkan Singapura pun di atas kita. Artinya jangan cepat kita berpuas diri,” kata dia.
Tito menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Selasa (24/1).
Dalam kesempatan itu, ia memberikan arahan kepada pemerintah daerah untuk menghadapi inflasi demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi. (IA)